Selasa, 31 Januari 2017

kritik arsitektur (softskill)


Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.

Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).
Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf dan Perpustakaan. Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara. Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.





Beberapa pendapat tentang megahnya Gedung Sate diantaranya Cor Pashier dan Jan Wittenberg dua arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa". D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia". Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, "Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis". Seperti halnya gaya arsitektur Italia pada masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap meru atau pagoda. Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia yang menyatakan kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirasonjaya, dan Ir. Harnyoto Kunto.

Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1 × 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate menggunakan cara konvensional yang profesional dengan memperhatikan standar teknik. Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m². Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya dalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden - jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.

Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.
Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.

Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena sebagai pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Provinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung. Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang kerja Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini Gubernur di bantu oleh tiga Wakil Gubernur yang menangani Bidang Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Bidang Kesejahteraan Rakyat, seorang Sekretaris Daerah dan Empat Asisten yaitu Asisten Ketataprajaan, Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi. Namun tidak seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru.

Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Di sekeliling kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan yang ditempati beberapa Biro dengan Stafnya. Paling atas terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau dengan menaiki tangga kayu. Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir.Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Legislatif Daerah.

Gedung Sate telah menjadi salah satu tujuan obyek wisata di kota Bandung. Khusus wisatawan manca negara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung karena memiliki keterkaitan emosi maupun history pada Gedung ini. Keterkaitan emosi dan history ini mungkin akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga satu per satu yang tersedia menuju menara Gedung Sate. Ada 6 tangga yang harus dilalui dengan masing-masing 10 anak tangga yang harus dinaiki. Keindahan Gedung Sate dilengkapi dengan taman disekelilingnya yang terpelihara dengan baik, tidak heran bila taman ini diminati oleh masyarakat kota Bandung dan para wisatawan baik domestik maupun manca negara. Keindahan taman ini sering dijadikan lokasi kegiatan yang bernuansakan kekeluargaan, lokasi shooting video klip musik baik artis lokal maupun artis nasional, lokasi foto keluarga atau foto diri bahkan foto pasangan pengantin. Khusus di hari minggu lingkungan halaman Gedung Sate dijadikan pilihan tempat sebagian besar masyarakat untuk bersantai, sekedar duduk-duduk menikmati udara segar kota Bandung atau berolahraga ringan.


Membandingkan Gedung Sate dengan bangunan-bangunan pusat pemerintahan (capitol building) di banyak ibukota negara sepertinya tidak berlebihan. Persamaannya semua dibangun di tengah kompleks hijau dengan menara sentral yang megah. Terlebih dari segi letak gedung sate serta lanskapnya yang relatif mirip dengan Gedung Putih di Washington, DC, Amerika Serikat. Dapat dikatakan Gedung Sate adalah "Gedung Putih"nya kota Bandung.

kritik arsitektur (softskill)

EVOKATIF MUSEUM DI TENGAH KEBUN, KEMANG, JAKARTA
Museum Di Tengah Kebun terletak di Jalan Kemang Timur Raya Nomor 66, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12730. Museum ini memiliki ±4000 koleksi benda – benda bersejarah dan antik dari seluruh Indonesia dan manca negara. Museum Di Tengah Kebun adalah museum milik pribadi oleh Sjahrial Djalil, salah satu tokoh periklanan modern Indonesia dan pendiri biro iklan Ad Force Inc, yang berdiri di tengah kebun seluas 3500 m2.
0935494pintu-masukk1780x390.jpg
Tampak Depan Rumah Di Kebun
Gaya arsitektur pada museum ini adalah mirip dengan Rumah Adat Betawi yaitu Rumah Kebaya. Sebelum memasuki area bangunan museum, pengunjung dimanjakan jalan masuk dengan tiap sisinya dikelilingi oleh pagar tanaman tinggi yang menciptakan suasana asri dan sejuk seperti bukan di tengah Kota Jakarta. Terdapat banyak jenis pohon tinggi nan rimbun sehingga semakin membuat suasana seperti di pedesaan.

241772_museum-di-tengah-kebun_663_382.jpg
Jalan Masuk

Museum ini memiliki bangunan utama yang didalamnya terdapat banyak benda koleksi dari si pemilik yang memang sangat menyukai benda antik. Suasana interior pun tidak kalah asri dengan di luar bangunan museum. Setiap ruangan yang diisi oleh koleksi Sjahrial Djalil, memiliki konsep dan tema berbeda. Seperti pada Ruang Majapahit yang didesain bergaya Jawa Tengah, dengan furnitur terbuat dari kayu, semakin menambah kesan bersejarah dan tradisional.

1002560ruang-majapahitt780x390.jpg
Ruang Majapahit

Suasana yang berbeda juga didapat di Ruang Keluarga yang mengusung konsep furnitur penggabungan dari 3 kultur yaitu Eropa, Cina, dan Jawa yang semakin menciptakan suasana seperti di sebuah villa di tengah gunung. Nuansa hangat, nyaman, dan akrab ditimbulkan oleh ruangan ini, semakin membuat pengunjung betah untuk berlama – lama duduk di ruangan ini.

Kombinasi-Furnitur-3-Negara-di-Ruang-Keluarga.jpg
Ruang Keluarga

Selain ruangan – ruangan berkesan hangat dan nyaman diatas, halaman belakang museum ini pun didesain sangat sejuk seperti pengunjung berada di sebuah villa luas di pegunungan. Terdapat pendopo di tengah halaman untuk bersantai atau hanya sekedar duduk – duduk menikmati pemandangan halaman museum yang luas dan hijau.

museum-di-tengah-kebun.jpg
Halaman Belakang

koleksi musem tengah kebun_ (3).jpg
Halaman Belakang


kritik arsitektur (softskill)

KRITIK ARSITEKTUR

Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.
Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani κριτικός, kritikós – “yang membedakan”, kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuna κριτής, krités, artinya “orang yang memberikan pendapat beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”, “interpretasi”, atau “pengamatan”. Istilah ini biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih dengan atau menentang objek kritikan.
Kritikus modern mencakup kaum profesi atau amatir yang secara teratur memberikan pendapat atau menginterpretasikan seni pentas atau karya lain (seperti karya seniman, ilmuwan, musisi atau aktor) dan, biasanya, menerbitkan pengamatan mereka, sering di jurnal ilmiah. Kaum kritikus banyak jumlahnya di berbagai bidang, termasuk kritikus seni, musik, film, teater atau sandiwara, rumah makan dan penerbitan ilmiah.
Di dalam arsitektur terdapat berbagai macam kritik arsitektur yaitu ;
·         Kritik Deskriptif
·         Kriti Normatif
·         Kritik Typical
·         Kritik Impresionis
·         Kritik Interpretif
·         Kritik Terukur
KRITIK DESKRIPTIF
Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota. Dimana pendekatan deskriptif ini lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jka kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan. Metode deskriptif ini tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekedar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya. Metoda kritik deskriptif memiliki 3 jenis, antara lain:
A. Depictive criticism (gambaran bangunan)
Depictive criticism dalam aspek static memfokuskan perhatian pada elemen-elemen bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture).
B.Dynamic (secara verbal)
Tidak seperti aspek statis, aspek dinamis depictive mencoba melihat bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat.
Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui : Bagaimana manusia bergerak melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik

C.Process (secara procedural)
Merupakan satu bentuk depictive criticism yang menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu.
D.Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
E.Contextual Criticism ( Persitiwa)
Untuk memeberikan lebih ketelitian untuk lebih mengerti suatu bangunan, diperlukan beragam imformasi deskriptif, imformasi seperti aspek-aspek tentang sosial, political, dan ekonomi konteks bangunan yang telah didesain. Kebanyakan kritikus tidak mengetahui rahasia imformasi mengenai faktor yang mempengaruhi proses desain kecuali mereka pribadi terlibat.

KRITIK  DEPICTIVE CRITICISM
Nama Bangunan      : Niteroi Contemporary Art Museum
Fungsi Bangunan     : Museum Kontemporer
1
Niteroi Contemporary Art Museum terletak di kota Niterói, Rio de Janeiro, Brazil, dan merupakan salah satu kota utama di Brazil. Museum ini selesai dibangun pada tahun 1996.






Museum ini didesain oleh Oscar Niemeyer dengan bantuan Contarini Bruno seorang insinyur struktur. MAC-Niterói memiliki ketinggian 16 meter dengan kubah 3 lantai yang berdiameter 50 meter. Bangunan ini dibangun dengan luas 817 meter, yang mencerminkan kolam yang mengelilingi silinder yang berbentuk bunga. Museum ini berada di tanjung berbatu dengan pemandangan ke arah kota Rio dan bukit-bukit yang akrab disebut Pao de Acuca. Bentuk piring terbang tampaknya tepat bagi museum yang berada di tebing dekat laut tersebut. Museum ini menggunakan material beton sebagai bahan utamanya. Untuk strukturnya, Museum ini menggunakan struktur kantilever dan core sebagai struktur utamanya. Bentuk cawan modernis, yang menyerupai bentuk UFO, diletakkan di tebing yang pada bagian bawahnya adalah laut seperti bunga yang sedang mekar di pinggir laut.
Dengan struktur kantilever yang keluar dari pusat batang bangunan, bentuk cawan atau piringan ini memberikan kesan tersendiri.

KIRITIK DYNAMIC – DEPICTIVE CRITICISM
Bangunan yang difungsikan sebagai Museum Kontemporer ini. Selain itu bangunan ini telah menjadi landmark dari kota Niteroi dan telah dijadikan obyek wisata utama dari kota ini. Pada musim liburan Museum ini ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun asing. Plaza pada areal museum dijadikan tempat berkumpul(hang-out). Ramp pada bangunan dijadikan sebagai lokasi untuk mengambil foto karena view yang ditawarkan sangat menarik.
Pengunjung diajak untuk menyusuri seluruh areal dalam museum. Sirkulasi manusia dibuat memutar sehingga tiap ruangan terlewati oleh pengunjung. Dengan latar belakang dari bangunan yang langsung mengarah ke laut, pengunjung dapat merasakan suasana yang tenang dan nyaman.
Jadi selain sebagai tempat memamerkan karya seni kontemporer hasil buatan seniman terkenal asal kota Niteroi, tempat ini dijadikan juga sebagai:
–   Pusat studi seni kontemporer
–   Kawasan wisata
–   Tempat berkumpul dan bersantai
2




Dari denah kita dapatkan jenis-jenis ruang yang ada di dalam bangunan:
·         Hall
·         Ruang Pamer Karya Seni
·         Auditorium/Theatre
·         Restoran
·         Gudang Penyimpanan Karya
·         Sekretariat/Kantor

KRITIK PROCESS ASPECT – DEPICTIVE CRITICISM
Niteroi Contemporary Art Museum merupakan museum dengan bentuk yang unik dan memberikan kesan megah sekaligus misterius. Bentuk dasar bangunan diumpamakan seperti bunga yang mekar di pinggir laut dengan mengambil bentuk UFO sebagai dasar pendesaian bangunan. Bentuk bunga mekar dan bentuk UFO disatukan menjadi bentuk yang tidak lazim dan unik. Kesan yang didapat indah(sebagai bunga) dan misterius(seperti UFO).

3CORE
Core pada bangunan diumpamakan seperti tangkai bunga yang menahan mahkota bunga yang sedang mekar. Melambangkan sebuah kekokohan yang hampir tidak diperkirakan manusia(ukuran diameter core 9m sedangkan ukuran diameter puncak dari cawannya 50m).
SAUCER-SHAPED MODERNIST
Cawan diumpamakan seperti mahkota bunga yang sedang mekar. Melambangkan sebuah keindahan dan kemegahan dari sebuah karya seni arsitektural. Menggunakan finishing dinding berupa kaca berwarna hitam memberikan kesan misterius dari bangunan yang membuat orang ingin tahu isi di dalamnya.

THE COLOR
Warna hitam dan putih merupakan warna kontras yang memberikan kesan seni kontemporer tidak memiliki batasan. Ada yang terkesan seni murni dan juga ada yang terkesan seni terapan.






KRITIK NORMATIF
Kritik normatif adalah mengkritisi sesuatu baik abstrak maupun konkrit sesuai dengan norma,aturan,ketentuan yang ada.
Hakikat kritik normatif:
Adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
1.    Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan buatan dapat dinilai
2.    Suatu norma tidak saja berupa standard fisik yang dapat dikuantifikasi tetapi juga non fisik yang kualitatif.
3.    Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi.
Kritik normatif perlu dibedakan dalam 4 metode, antara lain:
1.    Metoda Doktrin ( satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur)
2.    Metoda Sistemik ( suatu norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan)
3.    Metoda Tipikal ( suatu norma yang didasarkan pada model yang digeneralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik)
4.    Metoda Terukur ( sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif)
KRITIK TYPICAL
Kritik Tipikal/Kritik Tipical (Typical Criticism) adalah sebuah metode kritik yang termasuk pada kritik Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik Tipikal yaitu metode kritik dengan membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya, dalam hal ini bangunan public.
Adapun elemen dalam kritik typical, antara lain:
Structural (Struktur)
Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan berkait dengan penggunaan material dan pola yang sama.
·         Jenis bahan
·         Sistem struktur
·         Sistem Utilitas dan sebagainya.






Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas yang sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang sama.
·       Kebutuhan pada ruang kelas
·       Kebutuhan auditorium
·       Kebutuhan ruang terbuka dsb.
Form ( Bentuk )
Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan memungkinkan untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain. Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana bentuk itu dimodifikasi dan dikembangkan variasinya, Sebagai contoh bagaimana Pantheon telah memberi inspirasi bagi bentuk-bentuk bangunan yang monumental pada masa berikutnya.
Keuntungan Kritik Typical
·         Desain dapat lebih efisien dan dapat menggantungkan pada tipe tertentu.
·         Tidak perlu mencari lagi panduan setiap mendesain
·         Tidak perlu menentukan pilihan-pilihan visi baru lagi.
·         Dapat mengidentifikasi secara spesifik setiap kasus yang sama
·         Tidak memerlukan upaya yang membutuhkan konteks lain.
Kerugian Kritik Typical
·         Desain hanya didasarkan pada solusi yang minimal
·         Sangat bergantung pada tipe yang sangat standard
·         Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu type
·         Tidak memeiliki pemikiran yang segar
·         Sekadar memproduksi ulang satu pemecahan












KRITIK IMPRESIONIS
Metode ini cenderung selalu berubah mengikuti perkembangan jaman dimana kritik-kritik yang ada umumnya cenderung mengambil suatu hal positif dari satu bangunan dan menerapkannya pada bangunan lain sebagai salah satu cara bereksplorasi
Kritik impresionistik dapat berbentuk :
1.    Caligramme : Paduan kata membentuk silhouette
4

2.    Verbal Discourse : Narasi verbal puisi atau prosa
3.    Painting : Lukisan
4.    Photo image : Imagi foto
5.    Modification of Building : Modifikasi bangunan
6.    Cartoon : Fokus pada bagian bangunan sebagai lelucon
Keuntungan Kritik Impresionis
1.    Membuat imajinasi tentang bangunan menjadi lebih bermakna
2.    Merangsang orang untuk melihat lebih dalam ke arah makna dan arti bangunan
3.    Membuat orang untuk melihat karya seni lebih teliti
4.    Mampu meyederhanakan suatu analisis objek yang tadinya terasa kompleks•
5.    Membuat lingkungan lebih mudah dikenali
Kerugian Kritik Impreionis
1.    Kritik seolah tidak berkait dengan arsitektur
2.    Interpretasi menjadi lebih luas dan masuk dalam wilayah bidang ilmu lain
3.    Pesan perbaikan dalam arsitektur tidak tampak secara langsung
4.    Menghasikan satu interpretasi yang bias tentang hakikat arsitektur.








KRITIK INTERPRETIF
Kritik Interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, Kritikus pada jenis ini dipandang sebagai pengamat yang professional. Bentuk kritik cenderung subyektif dan bersifat mempengaruhi pandangan orang lain agar sejalan dengan pandangan kritikus tersebut. Dalam penyajiannya menampilkan sesuatu yang baru atau memandang sesuatu bangunan dari sudut pandang lain.kritik interpretatif ada 3 yaitu :
1.    Kritik Evokatif (Evocative) (Kritik yang membangkitkan rasa)
Menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar atau salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar).

2.    Kritik Advokatif (Advocatory) (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba mengarahkan pada suatu topik yang dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal itu kritikus juga membantu melihat manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek sehingga dapat membalikkan dari objek bangunan yang sangat menjemukan menjadi bangunan yang mempersona.

3.    Kritik Impresionis (Imppressionis Criticism) (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru).
Kritik ini menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya seninya.1.
Kritik impresionis dapat berbentuk :
1.    Verbal discourse (narasi verbal puisi atau prosa).
2.    Caligramme (paduan kata)
3.    Painting (lukisan)
4.    Photo image (imagi foto)
5.    Modification of building (Modifikasi bangunan)
6.    Cartoon (menampilakan gambar bangunan dengan cara yang lebih menyenangkan).







KRITIK TERUKUR

Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu. Norma yang terukur digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini merupakan satu bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam yang diformulasikan untuk tujuan kendali rancangan arsitektural.
·         Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara matematis dapat mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi arsitektur.
·         Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada metode yang digunakan yang berupa standardisasi desain yang sangat kuantitatif dan terukur secara amtematis.
·         Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.
·         Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :
1.    Ukuran batas minimum atau maksimum
2.    Ukuran batas rata-rata (avarage)
3.    Kondisi-kondisi yang dikehendaki